Cirebon: Dalam kurun waktu lima tahun insidensi penyakit jantung dan pembuluh darah meningkat hampir tiga kali lipat. Dan penyakit jantung adalah penyebab kematian utama, berdasarkan riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan RI tahun 2013-2018.
Demikian diungkapkan Ketua Yayasan Jantung Indonesia (YJI) Cabang Kabupaten Cirebon dr. Gugun Iskandar Hadiyat. Terkait mengubah pola pikir terhadap penyakit jantung.
“Insidensi adalah jumlah kasus baru penyakit yang ditemukan pada populasi individu. Yang berisiko selama interval waktu tertentu,” kata Gugun kepada rri.co.id, Sabtu (4/2/2023).
Insidensi penyakit jantung dan pembuluh darah pada tahun 2013 hanya 0,5. Tapi meningkat tiga kali lipat pada tahun 2018 telah mencapai 1,5 persen.
“Bagaimana kami di Perhimpunan Dokter Jantung Spesialis Cardiovasculer, kalau dulu mungkin konotasi penyakit jantung menyerang usia lanjut. Tapi sekarang pasien yang usianya kurang dari 40 tahun ternyata tiap tahun itu meningkat sekitar 2 persen,” ujar Gugun.
Dalam laporan WHO pun, menurut Gugun, insidensi penyakit jantung dan pembuluh darah di dunia pada tahun 2019 meningkat. Mencapai lebih dari 17 juta orang dan 85 persen adalah penyakit jantung koroner.
Gugun menambahkan, pada era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), BPJS Kesehatan, penggerus anggaran negara adalah penyakit jantung. Dari delapan penyakit katastropik atau penyakit yang membutuhkan perawatan medis lama dan berbiaya tinggi, jantung yang tertinggi.
Dana yang dikeluarkan pemerintah untuk BPJS Kesehatan sebesar Rp23 triliun, ternyata 11 triliun atau 50 persen digunakan untuk pasien penyakit jantung. Jauh diatas pembiayaan pasien kemoterapi cancer hanya 18 persen, stroke 13 persen, cuci darah untuk penyakit ginjal 11 persen dan lainnya.
“Untuk itu BPJS Kesehatan kini lebih menitikberatkan pada upaya preventif. Serta promotif,” ujar Gugun, mengakhiri.