Titik Awal Penyelenggaraan Pidana di Indonesia

Jakarta: Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (UU KUHP) akan menjadi titik awal reformasi penyelenggaraan pidana di Indonesia. Demikian disampaikan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna H. Laoly, di Jakarta, Selasa (6/12/2022).

UU KUHP memperluas jenis-jenis pidana yang dapat dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana. Menurut Yasonna, UU KUHP mengatur tiga pidana yaitu pidana pokok, pidana tambahan, dan pidana yang bersifat khusus.

Terkait pidana pokok, UU KUHP tidak hanya mengatur pidana penjara dan denda saja. Tetapi juga menambahkan pidana penutupan, pidana pengawasan, serta pidana kerja sosial.

“Perbedaan mendasar adalah UU KUHP tidak lagi menempatkan pidana mati sebagai pidana pokok,” kata Yasonna. Melainkan sebagai pidana khusus yang selalu diancamkan secara alternatif dan dijatuhkan dengan masa percobaan 10 tahun.

Selain pidana mati, pidana penjara juga direformasi dengan mengatur pedoman yang berisikan keadaan tertentu. Dalam hal ini, sedapat mungkin pelaku tidak dijatuhkan pidana penjara jika dalam keadaan tertentu.

Misalnya jika terdakwa adalah anak-anak atau orang tua berusia di atas 75 tahun. Bisa juga dia baru pertama kali melakukan tindak pidana serta karena beberapa keadaan lainnya.

Meskipun demikian, diatur juga ketentuan mengenai pengecualian terhadap keadaan-keadaan tertentu itu. Misalnya terhadap pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.

Kemudian tindak pidana yang diancam dengan pidana minimum khusus. Seperti tindak pidana yang merugikan masyarakat atau merugikan perekonomian negara.

Dalam hal ini, pelaku tindak pidana tersebut dapat dikenai pidana tambahan. Misalnya pencabutan hak tertentu, perampasan barang, pembayaran ganti rugi, pencabutan izin, dan pemenuhan kewajiban adat setempat.

Pelaku tindak pidana dapat pula dijatuhi tindakan sebagai perwujudan penerapan double track system dalam pemidanaan Indonesia. Contohnya, tindakan tertentu yang dapat dijatuhkan bersamaan dengan pidana pokok.

Selain itu, tindakan juga dapat dikenakan kepada orang dengan disabilitas mental atau intelektual. Terakhir, perumus RUU KUHP mengatur badan hukum atau korporasi sebagai pihak yang dapat bertanggung jawab dan dipidana.

Penjatuhan pidana pokok, pidana tambahan, dan tindakan akan dikenakan kepada korporasi dan orang-orang yang terlibat dalam korporasi tersebut. Baik pengurus yang memiliki kedudukan fungsional, pemberi perintah, pemegang kendali, hingga pemilik manfaat.

Selanjutnya Silakan Baca Berita Kami Di GoogleNews