Picu Korupsi di Daerah, Karena Biaya Politik Tinggi

Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti tingginya angka korupsi di daerah.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, tingginya angka korupsi di daerah tidak hanya disebabkan oleh nafsu kekuasaan, melainkan juga dipicu tingginya biaya politik di daerah.

“Dengan kontestasi Pilkada yang berbiaya tinggi, setelah terpilih pejabat akan memikirkan untuk mengembalikan modal yang dikeluarkan selama pemilihan. Modal tersebut tidak cukup hanya diperoleh dari gaji resmi saja, sehingga ia melakukan penyalahgunaan kewenangan untuk menutup modalnya,” kata Ghufron dalam Talkshow 2 Dekade Rezim Anti-Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APUPPT) bertema ‘Sinergi Membangun Negeri: Mencegah Kriminal Menguasai Negeri’, yang diadakan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) secara daring, Selasa (22/03/2022).

Ghufron mengungkapkan, sejumlah celah yang umumnya dimanfaatkan oknum pejabat terpilih agar modal mereka bisa kembali. Yaitu jual beli perizinan, korupsi dalam pengadaan barang dan jasa, hingga jual beli izin konsesi sumber daya alam.

“Selain untuk mengembalikan modal, penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat juga seringkali dilakukan demi merawat konstituen (pemilih). Pejabat menyiapkan modal untuk biaya pemilihan periode kedua masa jabatannya,” ujar Ghufron.

Berdasarkan hal tersebut, Ghufron menegaskan pihaknya terus gencar mencegah praktik penyalahgunaan kewenangan dalam kontestasi Pilkada, salah satunya melalui penyusunan pedoman sistem integritas partai politik (SIPP).

Melalui SIPP, partai-partai politik bisa melaksanakan strategi anti korupsi kepada kadernya yang akan menjabat sebagai kepala daerah.

“Selain kepada parpol, KPK juga berupaya menanamkan nilai integritas dalam penyelenggaraan pemilu kepada penyelenggara dan pemilih pemilu melalui program integritas pemimpin dan integritas pemilih, sehingga untuk mencegah praktik money politics, kita minta komitmen semua pihak,” jelas Ghufron.

Ghufron turut mengapresiasi PPATK karena terus mendukung upaya KPK melakukan pemberantasan korupsi, termasuk yang dilakukan oleh oknum kepala daerah.

“Uang yang diperoleh pemimpin daerah, harus dibersihkan dari unsur-unsur korupsi. Karena apabila dibiarkan akan menghasilkan korupsi yang terus berlanjut,” pungkasnya.

Senada dengan KPK, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, turut mengungkapkan potensi money politics dalam penyelenggaraan pemilu. Termasuk yang berasal dari hasil korupsi.

Ia menyebut, ada kasus di sejumlah daerah dimana para pejabat terpilih memberikan balas budi kepada pihak-pihak yang sebelumnya membantu memberikan dana saat pemilihan.

Ivan menegaskan, pemilihan umum harusnya menjadi ajang untuk mengadu visi misi para kandidat, bukan banyaknya uang. Meski demikian, yang terjadi di lapangan justru sebaliknya.

“Hal ini dikarenakan sikap permisif praktik korupsi di masyarakat ditambah kurangnya kedekatan calon kepala daerah dengan konstituen, sehingga kampanye menjadi cara yang gencar dilakukan calon kepala daerah untuk memenangkan pemilu dan berbiaya mahal,” imbuh Ivan.

Berdasarkan data, sepanjang tahun 2020, PPATK memberikan 99 laporan hasil analisis dan 34 informasi transaksi keuangan mencurigakan ke KPK. Hal ini, sebut Ivan, sebagai upaya sinergi pencegahan dan penindakan korupsi yang terindikasi tindak pidana pencucian uang.

Selanjutnya Silakan Baca Berita Kami Di GoogleNews

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *