Yogyakarta — Pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan 1442 H satu bulan ke depan masih dijalani dalam kondisi darurat akibat pandemi Covid-19. Ramadhan tahun ini tidak jauh beda dengan Ramadhan 1441 H yang telah dilewati tahun lalu.
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Prof Syamsul Anwar menyampaikan tuntunan ibadah selama bulan Ramadhan di masa pandemi covid-19 saat ini tetap sama pada kondisi Ramadhan sebelumnya. Penerapan protokol kesehatan tetap dilakukan dengan ketat.
Muhammadiyah mengakui telah terjadi penurunan jumlah orang terpapar covid-19 di awal bulan Maret ini. Namun penurunan tersebut bukanlah suatu yang berarti sehingga rambu-rambu ibadah Ramadhan sama dengan tahun sebelumnya.
Majelis Tarjih PP Muhammadiyah mengemukakan beberapa tuntunan. Pertama, Puasa Ramadhan tetap wajib dilakukan kecuali bagi yang sakit dan kondisi kekebalan tubuhnya tidak baik. Orang yang terkonfirmasi positif covid-19, baik yang bergejala maupun tidak termasuk dalam kelompok yang sakit ini.
“Mereka mendapat rukhsah meninggalkan puasa Ramadhan dan wajib menggantinya di hari yang lain sesuai dengan tuntunan Al Qur’an kalau memang diperlukan mereka tidak berpuasa agar kondisi tubuh tetap fit,” kata Syamsul Anwar, dikutip dari Muhammadiyah.or.id, Sabtu (13/3).
Tuntunan kedua, untuk menjaga kekebalan tubuh, puasa Ramadhan dapat ditinggalkan oleh tenaga kesehatan yang sedang bertugas. Tuntunan ini sesuai dengan Surat Al Baqarah ayat 195, ayat tersebut menunjukkan larangan menjatuhkan diri pada kebinasaan.
Tuntunan ketiga, memedomani apa yang telah dituntunkan oleh Nabi Muhammad SAW. Bagi masyarakat yang tinggal di zona merah penularan Covid-19, shalat berjamaah fardu dan tarawih agar dilakukan di rumah masing-masing. “Hujan saja diberi ruksha apa lagi dalam kondisi sekarang di mana kita meskipun sedang dalam proses vaksinasi, tidak harus kita lalai dan lengah. Protokol kesehatan harus tetap dijaga,” katanya.
Pada ibadah shalat di bulan Ramadhan 1442 H, Muhammadiyah mengimbau agar saf jamaah dilakukan dengan berjarak. Kemudian, pintu dan ventilasi udara tetap dibuka saat shalat berjamaah. Begitu juga dengan pembatasan jumlah jamaah dari kapasitas masjid.
“Kegiatan bersama di masjid atau mushola yang melibatkan banyak orang dan di dalamnya terdapat perilaku yang berpotensi penyebab penyebaran virus corona, seperti makan bersama tidak dianjurkan,” tegas Syamsul.
Sementara untuk shalat Idul Fitri dapat dilakukan di lapangan kecil atau tempat terbuka di sekitar tempat tiinggal dalam jumlah yang tidak membawa kerumunan besar, dengan beberapa protokol yang harus diperhatikan. Tuntunan ini telah dikeluarkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah sebelum Ramadhan 1441 tahun lalu.
“Ini bukan sebuah ketakutan, tapi ini sebuah upaya mewujudkan kemaslahatan. Kemaslahatan itu sendiri merupakan maqasidu syariah (suatu yang menjadi tujuan syariah), jadi syariah itu diturukan oleh Allah SWT bukan untuk mensukar-sukar manusia. Allah dalam agama itu tidak menginginkan menyempitkan manusia, tetapi adalah mewujudkan maslahah,” tandasnya. (Aza)