wilayah laut sebesar 75 persen mencakup 17.500 pulau dan garis pantai mencapai kurang lebih 108.000 km. Karena itu wajar jika Indonesia mempunyai banyak potensi yang bisa menjadi harta karun maritim.
Dengan sumber daya dan potensi kekayaan laut yang besar tersebut, tentu diperlukan penataan ruang laut yang lebih baik. Penataan ruang laut sesungguhnya merupakan panglima dalam pembangunan di sektor kelautan.
Untuk itu guna menata ruang laut secara berkelanjutan, Kementeriaan Kelautan dan Perikanan menerbitkan Permen KP Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Laut. Peraturan menteri tersebut mengatur perencanaan, pemanfaatan, pengendalian pemanfaatan, pengawasan dan pembinaan penataan ruang laut yang mencakup perairan pesisir, wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan itu juga untuk melindungi kepentingan masyarakat lokal, masyarakat tradisional dan masyarakat pesisir, memberikan kepastian hukum, dan kepastian ruang. Peraturan itu sekaligus menjadi strategi untuk menerapkan ekonomi biru dan menjadi alat kendali untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
Ini yang perlu menjadi catatan, sebab berbagai program terkait penataan ruang laut di kawasan perairan nasional akan bermuara kepada konsep ekonomi biru yang menyeimbangkan aspek ekologi dan ekonomi. Penerapan prinsip ekonomi biru dalam perencanaan tata ruang laut itu seyogianya dijadikan instrumen dasar perizinan seluruh aktivitas pembangunan yang dilaksanakan di ruang laut.
Tetapi untuk merespons tantangan pada sektor kelautan yang terus berkembang, tata kelola dan instrumen pengelolaan ruang laut pun sebaiknya juga mengikuti perkembangan. Karenanya kita mendorong pemerintah yang akan menggunakan teknologi kecerdasan buatan dalam pengelolaan ruang laut.
Tata kelola dan instrumen pengelolaan ruang laut yang tangguh dan dapat diandalkan merupakan kebutuhan. Sebab hal itu dapat mendukung ekonomi maritim yang berkelanjutan dan memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.