Jakarta: Kemenko Perekonomian menyebutkan persoalan pengolahan pakan pasca panen jagung menjadi penyebab kenaikan harga daging dan telur ayam. Oleh sebab itu diperlukan pengolahan yang baik agar kualitas jagung yang didistribusikan benar-benar mencukupi kebutuhan peternak.
“Sebenarnya sih produksi kita sudah cukup. Tinggal masalahnya ada satu kelemahan kita terkait dengan pengolahan bahan pakan ketika pasca panennya,” kata Asisten Deputi Pengembangan Agribisnis Peternakan & Perikanan Kemenko Perekonomian, Pujo Setio dalam keterangannya, Kamis (25/5/2023).
Pujo menjelaskan, para petani banyak sekali yang memproduksi jagung dengan dengan kadar air yang tinggi. Hal itu artinya kebanyakan distribusi jagung-jagung sebagai pakan ke sentra peternak ayam di Pulau Jawa mengangkut air.
Menurutnya, permasalahan ini perlu diselesaikan. Dengan begitu jagung-jagung yang didistribusikan benar-benar kering sesuai kebutuhan peternak atau dengan kadar air sekitar 14 persen.
“Itu lossnya (hilang) kita kurang lebih 800 ribuan ton per tahun untuk untuk apa yang yang hilang maupun tercecer,” ujarnya. Lebih lanjut, ia memastikan pemerintah juga telah melakukan sejumlah hal untuk stabilisasi harga daging dan telur ayam di pasaran.
Mulai dari pengembangan ayam lokal yang hingga subtitusi pakan dari jagung dengan gandum. “Tahun ini juga kita memberikan fleksibilitas kurang lebih 500 ribu ton untuk bisa dipakai juga sebagai bahan pakan,” ujarnya.