Jakarta – Varian baru virus corona dari sejumlah negara masuk ke Indonesia. Menurut pakar epidemiologi masuknya varian baru ini murni ‘kesalahan terbesar’ pemerintah yang menerapkan kebijakan karantina secara singkat bagi pendatang dari luar negeri.
Pakar epidemiologi juga menyebut pemerintah lambat mendeteksi varian baru virus corona dari luar negeri yang lebih cepat menyebar dan berpotensi membuat vaksin jenis tertentu tidak efektif.
Baru-baru ini varian yang terdeteksi berasal dari India dan Afrika Selatan. Sementara varian dari Inggris yang terdeteksi sebelumnya, telah menunjukkan penularan lokal.
Baca Juga:
PPKM Mikro Berlaku hingga 1-14 Juni di Semua Provinsi
Pemkab Garut Larang 11 Desa Gelar Sekolah Tatap Muka
48 Tenaga Kesehatan Cilacap Terinfeksi Covid-19, Diduga Varian India
Namun, BBC News Indonesia melansir bahwa pemerintah hanya mengatakan ada 17 laboratorium di Indonesia yang bisa melakukan whole genome sequencing (WGS) untuk mengetahui varian virus Covid-19.
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyatakan sebenarnya pemerintah telah memperketat pengawasan dan karantina bagi pekerja migran yang kembali ke kampung halaman.
Sejauh ini terpantau tujuh varian corona yang berhasil teridentifikasi di Indonesia, yakni varian D614G, B117, N439K, E484K, B1525, B1617, dan B1351.
Untuk mengantisipasi makin banyaknya varian baru virus corona dari luar negeri, pemerintah Indonesia telah memperketat pengawasan di pintu masuk kedatangan luar negeri.
Lantas varian baru dari luar negeri apa saja yang sudah terdeteksi di Indonesia.
varian baru dari luar negeri yang terdeteksi di Indonesia. Foto: BBC News Indonesia
Varian Corona Afrika Selatan Membuat Vaksin Tidak Mempan?
Pemerintah Indonesia mengonfirmasi varian baru virus corona dari Afrika Selatan telah terdeteksi di Indonesia, menyusul varian baru dari India dan Inggris yang telah terdeteksi sebelumnya.
Varian bernama B.1351 terdeteksi dari spesimen yang diambil pada 25 Januari 2021 dari seorang pria berusia 48 tahun yang sempat tinggal di Bali.
Ia kemudian dinyatakan meninggal pada 16 Februari 2021.
Siti Nadia Tarmizi, selaku juru bicara vaksinasi Covid-19, mengatakan Kemenkes tengah mengumpulkan data untuk melakukan pelacakan kontak lebih lanjut.
“Sayang sekali kasus Corona B1351 ini yang memang kita tahu paling cepat mempengaruhi tingkat keparahan penyakit, jadi memang yang bersangkutan ini mengalami gejala yang berat di ruang perawatan intensif,” kata Nadia pada Selasa (04/05).
“Dan perlu kami sampaikan keluarga kasus B1351 ini memang ada yang positif tapi orang tapi tidak ada yang berakhir kematian.”
Nadia menambahkan, varian dari Afrika Selatan ini dikategorikan sebagai varian yang diwaspadai oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebab memiliki karakter penularan lebih cepat dan menyebabkan keparahan penyakit yang berujung pada kematian.
Pakar biomolekular dari Universitas Yarsi, Ahmad Rusjdan Utomo, mengatakan varian dari Afrika selatan ini “menarik”.
Sebab, ketika pertama kali dideteksi di negara asalnya pada Oktober-November tahun lalu, banyak pasien Covid-19 yang telah sembuh kembali terinfeksi ketika terpapar dengan varian ini.
Meski memiliki kemiripan mutasi dengan varian B.1.1.7 dari Inggris, kata Ahmad, virus ini ditengarai memiliki kemampuan untuk lolos dari antibodi.
“Hanya saja, seberapa parah ini mengakibatkan vaksin tidak efektif, tergantung vaksinnya. Kalau kita lihat dari data vaksin seperti Pfizer dan Moderna, nampaknya tidak begitu berpengaruh. Tapi menjadi berpengaruh ketika diberikan vaksin AstraZeneca,” jelas Ahmad.
Varian baru dari Afrika Selatan disebut berpotensi membuat vaksin jenis tertentu tidak efektif
Jauh sebelum varian dari Afsel terdeteksi di Indonesia, varian dari Inggris yang disebut lebih cepat menyebar telah beredar di Indonesia.
Saat ini sudah ada 13 kasus varian B.1.1.7 dari Inggris di Indonesia, dengan lima di antaranya terjadi di Karawang, Jawa Barat.
Kementerian Kesehatan mengonfrimasi transmisi lokal dari varian baru dari Inggris telah terdeteksi di sejumlah wailayah, seperti di Kabupaten Karawang, Sumatra Selatan, Sumatra Utara, hingga Kalimantan Selatan.
Sebab, tak semua kasus itu terdeteksi lewat pengambilan sampel, ada di antaranya yang terdeteksi melalui penelusuran kontak.
Varian baru virus corona yang ditemukan di Inggris memiliki mutasi pada bagian “receptor-binding domain”, yang digunakan virus untuk menginfeksi sel tubuh manusia.
Virus itu sebagian besar dibawa oleh pekerja migran Indonesia yang pulang dari sejumlah negara seperti Arab Saudi dan Ghana.
Sama seperti varian dari Afsel, WHO mengategorikan varian dari Inggris sebagai varian yang patut diwaspadai karena diketahui memiliki tingkat penularan lebih tinggi, yakni 36-75% dibanding jenis virus yang beredar sebelumnya.
Siti Nadia Tarmidzi yang juga menjabat sebagai Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan ini mengungkapkan varian B.1.1.7 merupakan varian yang paling banyak dilaporkan di berbagai negarai, dengan WHO mencatat terjadi peningkatan 49% varian ini yang bersirkulasi di Asia Tenggara.
Nadia mengatakan, pemerintah saat ini sedang melakukan pelacakan kontak terhadap kasus varian dari India yang ditemukan di Bali.
Varian itu ditemukan pada WNI perempuan yang bekerja di sektor pariwisata dan sampelnya diambil pada awal April lalu.
“Kita sedang teliti kasus kontak erat lainnya cukup banyak dan beberapa kasus kontak ini merupakan WNA,” katanya.
Ia menyebut WNI yang terinfeksi Corona B1617 adalah klaster keluarga. Meski begitu, seluruh anggota keluarga tersebut sudah dinyatakan negatif Covid-19.
“Ini adalah klaster keluarga di mana kita ketahui suami dan anak beliau positif tapi kondisinya sudah dinyatakan baik,” kata Nadia.
Sementara itu, varian baru dari India juga terdeteksi dari satu WNA yang baru saja tiba dari India pada akhir April lalu.
Ia mengatakan saat ini WNA tersebut dalam kondisi stabil dan sedang dirawat di RSPI Sulianti Saroso di Jakarta.(BBC/Red)
Topik Terkait: AstraZenecaCovid-19